BETUN, DELEGASI.NET – Tim Hukum dari Yohanes Germanus Seran (YGS) alias JoGer menilai Polres Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Malaka lalai dalam mendalami fakta-fakta dalam proses penanganan kasus dugaan pencabulan anak dengan korban Bunga (bukan nama sebenarnya), sehingga hasilnya merugikan YGS, klien mereka.
Hal itu disampaikan Tim Hukum tersangka YGS dari Kantor Sirilius & Rekan melalui Press Release yang diterima tim media ini pada Selasa, 11 Maret 2025, menanggapi proses penanganan kasus tersebut oleh Polres Malaka dan masifnya pemberitaan media yang menyerang YGS tanpa konfirmasi dan tanpa asas praduga tak bersalah, dalam upaya YGS membela diri di hadapan hukum.
“Bahwa Tim Hukum JoGer mengaprisiasi kesugguhan dan keseriusan Penyidik Polres Malaka dalam menegakan hukum diwilayah Kabupaten Malaka, akan tetapi dalam perkara yang dihadapi oleh Klien kami, Penyidik PPA Polres Malaka lalai mendalami lebih jauh tentang fakta-fakta yang sebenarnya terjadi, sehingga dipandang perlu untuk diajukan kronologis peristiwa yang dijalani dan dialami oleh Klien kami, guna secara bijak disikapi oleh semua pihak dan fakta yang benar dapat menjadi masukan khususnya Penyidik PPA Polres Malaka, guna dapat menggunakan diskresi yang dimiliki secara terukur,” tulis Tim Hukum YGS dalam rilis tersebut.
Menurut Tim Kuasa Hukum YGS yang terdiri dari Sirilius Klau, S.H, Priskus Klau, SH, Paulus Seran Tahu, SH. MH. Joao Meco, SH, kasus yang dilaporkan Viktoria Luruk Nahak (istri tersangka YGS, red) pada tanggal 27 November 2024 adalah dugaan persetubuhan terhadap anak. Bukan dugaan pencabulan terhadap anak Bunga. Namun kliennya dipanggil periksa oleh Penyidik Polres Malaka pada 14 Januari 2025 sebagai saksi kasus dugaan pencabulan anak.
Tim Hukum menguraikan, bahwa ditanggal 14 Januari 2024 klien mereka YGS berhalangan diperiksa karena sakit dan bertepatan dengan jadwal pemeriksaan medis saat itu. YGS kemudian baru diperiksa pada 24 Januari 2024. Dalam pemeriksaan tersebut, YGS dikonfrontir dengan keterangan korban (Bunga), yang menuduh YGS mencabulinya, didahului dengan ancaman-ancaman.
“Hal mana dalam keterangan korban, disebutkan secara jelas hari, tanggal, jam dan tempat dimana peristiwa pencabulan dimaksud terjadi. Klien kami sangat terkejut dan merasa difitnah dengan sangat kejam, karena sesungguhnya Klien kami dapat memastikan bahwa pada tanggal tersebut, Klien (YGS) kami tidak berada di lokasi yang disebutkan,” tegas Tim Hukum YGS.
BACA JUGA:
Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Meningkat di Tahun 2024, TRuK F Tangani 123 Korban
Tanggapi Desakan Dirinya Ditangkap Polisi, John Bala Jawab Diplomatis
Tim Kuasa Hukum memastikan, bahwa kliennya YGS tegas menolak tuduhan melakukan pencabulan terhadap anak angkatnya (Bunga). Tersangka YGS bahkan menilai tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya merupakan fitnah sangat kejam.
“Klien kami dengan tegas menolak tuduhan telah melakukan perbuatan “pencabulan terhadap anak” sebagaimana yang dituduhkan kepada Klien kami. Bahwa tuduhan tersebut adalah fitnah yang sangat kejam. Lebih kejam lagi, karena fitnah tersebut telah disebarkan secara luas melalui berbagai media masa baik media online maupun media social tanpa mengkonfirmasi kebenarannya kepada Klien kami, dimana sumber beritanya diduga berasal dari unit PPA Polres Malaka,” tambah Tim Hukum.
Tim Hukum juga menilai, bahwa dalam penanganan kasus tersebut, Penyidik PPA Polres Malaka lebih fokus menghukum (mengejar kesalahan, red) tersangka YGS, namun mengabaikan posisi Bunga selaku korban, yang adalah anak dibawah umur, yang masih punya masa depan yang panjang dan butuh perlindungan hukum.
Kata Tim Hukum YGS, seharusnya secara etika, modal dan hukum, Penyidik PPA Polres Malaka tidak boleh memberitakan kasus tersebut saat masih dalam status penyelidikan. Dari sebab itu, Tim Hukum YGS menduga, penyidik PPA Polres Malaka menggunakan perkara tersebut untuk meraih popularitas.
“Patut diduga, Penyidik PPA Polres Malaka telah menggunakan perkara ini untuk meraih popularitasnya sendiri, seolah-olah ingin membuktikan kepada masyarakat Malaka bahwa sebagai aparat hukum telah menjalankan tugasnya dengan baik dan benar,” tulis Tim Hukum.
Berikut, lanjut Tim Hukum YGS, bahwa Penyelidikan dan Penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Polres Malaka, berawal dari Laporan Polisi oleh istri tersangka yakni Viktoria Luruk Nahak. Namun Viktoria kemudian mencabut laporan kasus tersebut dengan pertimbangan, karena hasil Visum et Repertum yang disaksikan dan diketahuinya selaku pelapor dan ibu dari korban, bahwa Bunga secara fisik baik-baik saja.
Istri tersangka yakni Viktoria Luruk Nahak juga menyesal, karena telah menuduh YGS suaminya berbuat yang bukan-bukan terhadap anaknya yakni Bunga. “Karena faktanya, ternyata Klien kami hanya diketahui berada di dalam kamar tidur ananda Bunga,” tambah Tim Hukum.
Dari sebab itu, Tim Hukum YGS menilai dan menduga Penyidik PPA Polres Malaka telah melakukan interpretasi sendiri diluar fakta hukum yang terjadi, dimana istri YGS melaporkan dugaan kasus persetubuhan anak, namun penyidik memodifikasi hasil Penyelidikan dan Penyidikan menjadi Pencabulan Terhadap Anak.
“Bahwa faktanya, untuk mendukung hasil modifikasi Penyelidikan dan Penyidikan menjadi PENCABULAN TERHADAP ANAK, Penyidik PPA Polres Malaka telah mengambil langkah-langkah menjauhkan anak Bunga dari ibu Viktoria Luruk Nahak yang telah merawat dan membesarkan sejak bayi,” sebutnya.
“Patut diduga, Penyidik Polres Malaka telah mengambil langkah demikian, untuk menjustifikasi dan mempertahankan dugaan awal terjadinya PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK, kemudian dimemodifikasi menjadi PENCABULAN TERHADAP ANAK. Yang jelas-jelas dari hasil modifikasi ini, sama sekali tidak menguntungkan anak Bunga. Bahkan anak Bunga digiring menjadi obyek pemberitaan yang dipertontonkan dimasyarakat Malaka selama ini,” tambah Tim Hukum dalam nada kritik.
Berdasarkan fakta tersebut, Tim Hukum Yohanes Germanus Seran alias YGS menduga bahwa anak Bunga telah menjadi obyek perkara untuk kepentingan tertentu.
Tim Hukum YGS bahkan menyoroti langkah Penyidik PPA Polres Malaka yang menjemput dan membawa anak Bunga dari asrama yang tanpa sepengetahuan Viktoria Luruk Nahak selaku ibu korban. Dan hingga hari ini, ibu korban tidak mengetahui dimana keberadaan Bunga. Lebih dari itu, bahwa sudah tiga bulan Bunga tidak mengikuti pelajaran di sekolah.
Pasca Pilkada Malaka 2024, diketahui Viktoria Luruk Nahak menghantar Bunga anaknya itu kembali Asrama Paroki Maria Fatima Betun untuk sekolah. Setelah itu, Viktoria melakukan perjalanan dinas ke luar daerah selama satu minggu.
BACA JUGA:
Australia Dapat Video Pencabulan Mantan Kapolres Ngada dari Situs Porno
Ketika kembali dari perjalanan dinas, ibu Viktoria kembali mengunjungi BUNGA anaknya di Asrama tersebut pada hari Selasa tanggal 10 Desember 2024, namun ternyata, pada hari Selasa tanggal 10 Desember 2024 adalah saat terakhir ibu Viktoria Luruk Nahak bertemu sang anak yakni Bunga.
Selanjutnya pada tanggal 16 Desember 2024, Viktoria Luruk Nahak menghubungi Kanit PPA Polres Malaka via telepon dan menanyakan tentang progress Laporan Polisi di PPA Polres Malaka pada tertanggal 27 November.
Dari komunikasi tersebut, Kanit PPA Polres Malaka mengarahkan Viktoria untuk bertemu Kapolres Malaka. Ibu Viktoria pun mengiyakan untuk bertemu Kapolres Malaka pada esoknya yaitu pada tanggal 17 Desember 2024. Lalu datanglah Viktoria bersama beberapa kerabatnya ke Polres Malaka untuk bertemu Kapolres, namun Kapolres Malaka tidak sedang berada di tempt saat itu.
Petugas kemudian mengarahkan Viktoria Luruk Nahak untuk bertemu Kapolres melalui (bersama) Kasat Reskrim dan atau Kanit PPA Polres Malaka, namun kedua pejabat teras Polres Malaka itu juga saat itu tidak sedang berada di tempat.
“Bahwa dalam kunjungan ke Kantor Polres Malaka dengan niat untuk bertemu Kapolres Malaka, Kasat Reskrim dan atau Kanit PPA Polres Malaka tidak terlaksana. Akan tetapi ibu Viktoria Luruk Nahak, akhirnya mendapatkan informasi dari petugas bahwa Kanit PPA Polres Malaka sedang berada di Kupang, mengantar anak Bunga untuk menjalani tes psikologi terkait laporan ibu Viktoria Luruk Nahak di PPA Polres Malaka,” beber Tim Hukum YGS.
Lanjut Tim Hukum, mendengar bahwa anaknya dibawa Kanit PPA Polres Malaka ke Kupang, Viktoria Luruk Nahak selaku ibu Bunga sangat terkejut, karena sebagai ibu dari BUNGA merasa tidak diberitahukan pihak Polres Malaka.
Bahwa bagaimana mungkin, niat Viktoria yang semula melaporkan suaminya YGS terkait dugaan persetubuhan terhadap anak (Bunga), namun malah sekarang anaknya BUNGA dibawa Penyidik PPA Polres Malaka ke Kupang tanpa sepengetahuan dan pendampingan dirinya selaku ibu korban.
Selanjutnya untuk memastikan kebenaran informasi bahwa Kanit PPA Polres Malaka sedang berada di Kupang, mengantar Bunga untuk menjalani tes psikologi, ia mengunjungi asrama anaknya. Dan betapa terkejutnya ketika Vicktoria mengetahui, bahwa anaknya Bunga benar-benar sudah tidak berada di Asrama lagi.
“Pada saat itu, ibu Viktoria Luruk Nahak pun berusaha bertemu Romo yang menjabat sebagai Bapak Asrama, untuk mengetahui kapan dan siapa yang menjemput anak Bunga dari Asrama, ternyata Romo sebagai Bapak Asrama pun tidak mengetahui soal kepergian anak Bunga dari Asrama,” ungkap Tim Hukum.
Berdasarkan kronologis peristiwa sebagaimana disebutkan diatas, Tim Hukum YGS meyakini dan menaruh dugaan kuat, bahwa Penyidik PPA Polres Malaka telah mengambil langkah-langkah melampaui kewenangan yang dimiliki.
Peristiwa itu, lanjut Tim Hukum, patut menjadi perhatian masyarakat, gereja, pemerintah Kabupaten Malaka, pemerhati masalah anak dan perempuan di NTT dan jajaran Polda NTT.
Menurut Tim Hukum tersangka (YGS), dapat dipahami bahwa dalam proses penyidikan terhadap perkara anak sebagai korban, penyidik dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama, pekerja social professional atau tenaga kesejahteraan social. Akan tetapi dalam perkara ini, Viktoria Luruk Nahak kedudukannya sebagai pelapor, yang semula melaporkan YGS alias JoGer dalam rangka melindungi anaknya, berpegang pada hasil Visum et Repertum sehingga kemudian mencabut laporannya.
“Bahwa pemeriksaan Visum et Repertum yang menjadi esensi dari pengajuan laporan polisi, Penyidik PPA Polres Malaka meminta ibu Viktoria Luruk Nahak untuk mendampingi anaknya pada saat proses pemeriksaan berlangsung. Terkait pemeriksaan di psikiater, apa tujuannya dan motivasinya sehingga pada saat Penyidik PPA Polres Malaka memeriksakan anaknya ke Psikiater atau psikolog ibu Viktoria Luruk Nahak tidak diikutsertakan bahkan tidak ada pemberitahuan, koordinasi atau pun izin dari orang tua yang selama pertumbuhannya dirawat, diasuh, dididik dan dibiayai hidupnya?” kritik Tim Hukum YGS.
Berikut, menurut Pasal 64 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, disebutkan, bahwa perlindungan khusus kepada anak sebagai korban tindak pidana dilakukan melalui: a. Upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun diluar lembaga b. Upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa.
“Faktanya perkara Klien kami diekspos sejak awal Laporan Polisi diajukan, anak BUNGA oleh Penyidik PPA Polres Malaka dititipkan kepada kerabat yang secara subyektif patut diduga mendukung Penyidik PPA Polres Malaka untuk merubah dugaan PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK, kemudian dimemodifikasi menjadi PENCABULAN TERHADAP ANAK hingga ke Pengadilan,” ungkap.
Bahwa secara hukum, anak yang menjadi saksi tindak pidana adalah anak yang belum berumur 18 tahun, dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
Akan tetapi dalam perkara tersebut, kata Tim Hukum, Penyidik PPA Polres Malaka telah meminta pertimbangan atau saran dari psikolog atau psikiater sehingga klien mereka YGS kemudian ditetapkan sebagai tersangka, maka pertanyaannya adalah kekuatan pembuktian saran dari psikolog atau psikiater akan seperti apa, jika upaya Penyidikan dilakukan dengan cara menghadapkan anak dibawah umur ke psikater atau psikolog, tidak dilakukan secara transparan.
“Bahwa proses Pro Justicia masalah hukum yang dihadapi oleh Klien kami telah menyisahkan berbagai pertanyaan, karena Penyidik PPA Polres Malaka dalam menyelidiki dan menyidik Laporan Polisi yang diajukan oleh ibu Viktoria Luruk Nahak tidak memenuhi prinsip transparansi penyidikan, yang dapat diukur melalui penerbitan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP),” sebut Tim Hukum.
“Inkonsistensi Penyidik PPA Polres Malaka dengan tidak menerbitkan SP2HP, membuktikan untuk patut diduga bahwa ada agenda lain dibalik penanganan masalah hukum yang dihadapi oleh Klien kami,” tambah mereka.
//delegasi*