Categories: BeritaOPINI

Klaim PPMAN Bahwa Lahan HGU Nangahale Milik Masyarakat Adat adalah Isapan Jempol

“PPMAN tidak professional karena diduga menyuruh dan menggerakkan orang melakukan tindakan anarkis dan bahkan bisa menjerumuskan klien yang dibelanya berada dalam proses pidana guna dimintai peryanggungjawaban pidana dan itu sudah terjadi,” Petrus Selestinus SH

JAKARTA, DELEGASI.NET – PT. Krisrama, masyarakat umum, aparat penegak hukum (APH) dan Pemerintah Kabupaten Sikka tidak boleh mentolerir pola perjuangan hak atas lahan HGU PT. Krisrama, Nangahale di Sikka, oleh sekelompok orang yang menamakan diri Masyarakat Adat Suku Soge Natar Mage dan Suku Goban Runut yang difasilitasi oleh Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), dengan cara-cara yang tidak beradab dan melanggar hukum.

Perjuangan PPMAN dengan cara mengeksploitasi sekelompok orang sebagai kliennya dibungkus dengan kelompok sosial suku, lalu memasuki lahan PT. Krisrama dan mendirikan puluhan gubuk liar di lahan HGU PT. Krisrama dipastikan akan menjerumuskan warga yang mengklaim diri Masyarakat Adat yang saat ini masih melakukan aktivitas ilegal di atas tanah HGU PT. Krisrama dan sebagian lainnya tengah menjalani proses pidana.

Ini jelas cara-cara anarkis yang tidak boleh ditolerir, karena dipandang dari sudut moral dan hukum, cara ini bukan ciri perjuangan Masyarakat Adat Flores dalam perkara klaim atas tanah, yang mengedepankan adab dalam setiap interaksi dengan pihak lain dan senantiasa membawa permasalahannya diselesaikan secara berjenjang pada lembaga Adat untuk diselesaikan dengan cara akomodatif dstnya atau ke Peradilan Negara.

Pola yang dipelihara dan dikedepankan PPMAN dalam membela kelompok yang menamakan diri Suku Soge Natar Mage dan Suku Goban Runut, sema sekali tidak mencerminkan watak sebuah Gerakan Advokasi yang sesungguhnya. PPMAN tidak professional karena diduga menyuruh dan menggerakkan orang melakukan tindakan anarkis dan bahkan bisa menjerumuskan klien yang dibelanya berada dalam proses pidana guna dimintai peryanggungjawaban pidana dan itu sudah terjadi.

Tak Profesional dan Kredibel

Sebagai sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang Advokasi Hukum, PPMAN seharusnya bicara di ruang publik berdasarkan fakta mencerahkan dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Berdasarkan data dan fakta yang berhasil dikumpulkan oleh Forum Komunikasi Komunitas Flobamora (FKKF) Jabodetabek ternyata PPMAN telah memutarbalikan fakta bahkan dengan sengaja mendistribusikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektrinik yang berisi berita bohong yang bersifat menghasut, mengajak atau mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhada individu dan/atau kelompok masyrakat tertentu berdasarkan ras, etnis, dan sebagainya.

Sebagai sebuah lembaga Advokasi Hukum, FKKF sesalkan sikap PPMAN yang tidak profesional, karena menyuruh warga menduduki secara ilegal lahan PT. Krisrama dan terus menerus memproduksi berita bohong yang menyesatkan, menyerang kehormatan pihak lain, dan menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan antar individu atau kelompok masyarakat, sehingga dikualifikasi sebagai tindak pidana.

Oleh karena itu, dalam waktu tidak terlalu lama lagi Tim Hukum FKKF Jakarta akan melaporkan seluruh dugaan tindak pidana dimaksud kepada Aparat Penegak Hukum, untuk dilakukan suatu penyelidikan guna memastikan peristiwa pidana apa yang telah terjadi, dan selanjutnya ditingkatkan ke penyidikan untuk memastikan siapa-siapa saja sebagai tersangka pelakunya.

FKKF mengkonstatir bahwa di dalam peristiwa klaim dari mereka yang menamakan diri Masyarakat Adat Suku Soge Natar Mage dan Goban Runut, terdapat aktivitas ilegal di atas lahan SHGU PT. Krisrama, ada beberapa tindak pidana yang telah terjadi secara berlanjut, yaitu penyerobotan atau memasuki lahan milik PT. Krisrama tanpa izin yang berhak, terjadi kejahatan penyebaran berita bohong, pencemaran nama baik melalui Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan pencemaran nama baik terhadap orang-orang tertentu, yang berimplikasi pidana, sehingga harus dimintai pertanggungjawaban secara pidana siapapun dia.

Lahan Tak Pernah Kosong

Berdasarkan Berita Acara Penyerahan Aset dari Keuskupan Agung Ende (DIAG) ke Keuskupan Maumere, 14 Desember 2005, terjadi penyerahan Lahan HGU Nanghale/Patiahu seluas 845,5 Ha berikut segala pohon dan bangunan yang ada di atasnya kepada Keuskupan Maumere. Dengan demikian maka dipastikan penguasaan fisik atas lahan SHGU PT. Krisrama tidak pernah terputus karena pohon kelapa yang di atasnya tetap produktif.

PT. Krisrama adalah kelanjutan dari PT. Perkebunan Kelapa DIAG karena terjadi pemekaran wilayah Keuskupan Agung Ende dengan berdirinya Keuskupan Maumere tahun 2005, maka “demi hukum” terjadi perubahan nama dari PT. Perkebunan Kelapa DIAG menjadi PT. Krisrama.

Selain itu, terjadi perubahan pada pemegang saham dan penambahan modal perseroan, sehingga meskipun SHGU di atas lahan Nagngahale/Patiahu atas nama PT. Perkebunan Kelapa DIAG berakhir pada 31 Desember 2013, namun tidak sedetikpun lahan eks. HGU PT. Perkebunan Kelapa DIAG dibiarkan kosong (tak bertuan), karena PT. Krisrama tetap mengelola dan merawat lahan HGU Nangahale/Patiahu hingga keluar SHGU Pembaruan tahun 2023.

Negara telah mempertimbangkan seluruh aspek terkait pemberian SHGU sebagaimana tertera di dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi NTT Nomor : 1/HGU/BPN.53/VII/2023, tanggal 20 Juli 2023, yang hingga saat ini kebenaran atas fakta-fakta itu tak terbantahkan.

Selain dari pada itu, pemberian SHGU dari Negara kepada PT. Krisrama disertai dengan 20 (dua puluh) point syarat utama dan 15 (lima belas) point sub syarat sebagaimana dimaksud persyaratan KEDUA yang harus dipenuhi oleh PT. Krisrama dengan segala konsekuensi, termasuk syarat KEEMPAT yaitu lewat pemidanaan dan pembongkaran bangunan liar.

Dalam konsiderans SK. Pemberian SHGU diegaskan pula bahwa berdasarkan pemeriksaan Pantia B bahwa tanah yang dimohon adalah tanah negara yang dikuasai Pemohon atau PT. Krisrama semula PT. Perkebunan Kelapa DIAG sejak tahun 1993 dan seterusnya. dan telah memenuhi persyaratan teknis, yuridis dan administratif.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka konstruksi hukum untuk memposisikan mereka yang menamakan diri Masyarakat Adat adalah penyerobot dan PPMAN adalah yang menyuruh melakukan penyerbotan.

Selain itu, PPMAN menjadi pihak yang terus menerus memproduksi dan menyebar berita bohong melalui Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, menghasut warga untuk terus menguasai lahan secara ilegal dan itu semua ada konsekuensi pidana yang harus dimintai pertanggungjawaban pidana kelak.***

Petrus Selestinus SH, Advokat dari Tim Kuasa Hukum Forum Komunikasi Komunitas Flobamora (FKKF) Jabodetabek untuk PT Krisrama

Komentar ANDA?

Penulis Delegasi

Recent Posts

Nakes di RS TC Hillers Maumere Kembali Demo Tuntut Uang Jasa Covid-19

MAUMERE, DELEGASI.NET - Sejumlah Tenaga Kesehatan (Nakes) RSUD TC Hillers Maumere, Selasa 18 Maret 2025…

2 jam ago

Komisi II DPRD NTT Minta Pemprov Segera Selesaikan Masalah Status Lahan di Balai Benih Hortikultura Nagekeo

MBAY, DELEGASI.NET – Ketua Komisi II DPRD NTT, Leonardus Lelo meminta pemerintah segera menyelesaiakan masalah…

3 jam ago

Wagub NTT Kunjungi Pasar Lili, Dibangun Tahun 2019 Belum Dimanfaatkan Pedagang

KUPANG - Wakil Gubernur NTT Johni Asadoma mengunjungi bangunan Pasar Baru Lili di Desa Camplong,…

4 jam ago

Menteri P2MI akan ke NTT Bahas Khusus Soal Pekerja Migran

JAKARTA – Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, antusias menyambut kunjungan rombongan Gubernur…

5 jam ago

Gubernur Melki Bersama Kepala Daerah se- NTT  Kunjungi Kemen BP2MI, Bahas Solusi Migran

JAKARTA – Delegasi besar dari Nusa Tenggara Timur (NTT), dipimpin langsung oleh Gubernur Emanuel Melkiades Laka…

5 jam ago

Rumah Mantan Lurah Mandosawu Manggarai Timur Ludes Terbakar

BORONG, DELEGASI.NET - Rumah milik Almarhum Piet Lapang, mantan Lurah Mandosawu  di Mano Kecamatan Lambaleda Selatan ludes…

11 jam ago