Renungan Minggu: Pra Paskah ke 3
Oleh: RD. Leo Mali
KISAH tentang pembebasan Israel ari perbudakan di Mesir adalah salah satu kisah yang paling dikenang dalam sejarah umat Allah. Dalam Kitab Keluaran 3:1-8, 13-15, kita melihat bagaimana Tuhan Allah, yang menyatakan diri-Nya sebagai Sang “Aku adalah Aku,” memperhatikan penderitaan umat-Nya yang tertindas di Mesir.
Tuhan tidak tinggal diam terhadap kesusahan mereka. Ia mendengar seruan mereka dan memilih Musa untuk membawa bangsa Israel keluar dari perbudakan dan memasuki tanah yang dijanjikan.
Tuhan Allah, Sang “Aku,” bukan hanya melihat dari jauh, tetapi terlibat langsung dalam peristiwa penyelamatan ini. Ia mengajarkan Israel bahwa keselamatan sejati hanya ada dalam persekutuan dengan-Nya.
Kisah pembebasan Israel tidak berhenti hanya di zaman Musa, tetapi juga menjadi kisah umat Kristiani masa kini. Dalam surat 1 Korintus 10:1-6, 10-12, Paulus mengingatkan jemaat di Korintus untuk tidak jatuh dalam perangkap ketidakpercayaan yang membuat banyak orang Israel di masa lalu kehilangan keselamatan mereka.
Karena meski telah diselamatkan dari Mesir, Israel seringkali meragukan Tuhan dan hidup dalam ketidaktaatan. Paulus menegaskan bahwa seperti Israel, kita harus tetap percaya dan setia kepada Tuhan untuk memperoleh keselamatan. Kita tidak mungkin hidup dalam kebenaran dan keselamatan jika kita tidak hidup dalam persekutuan yang erat dengan Tuhan.
Perkataan Paulus ini mengingatkan kita bahwa keselamatan sejati hanya dapat kita alami dalam persekutuan dengan-Nya. Ini adalah inti dari iman Kristen.
Bukan hanya sekadar mengenal Tuhan secara teoritis atau menuruti peraturan-peraturan-Nya, tetapi mengalami kasih-Nya yang menyelamatkan kita, seperti yang dialami oleh bangsa Israel di bawah pimpinan Musa.
BACA JUGA:
- Jadilah, Pembawa Kabar Gembira, Kudus…Kudus… Kuduslah Tuhan Semesta Alam
- Panggilan Abraham: Awal Peradaban Baru dan Kemuliaan Sejati yang Dijanjikan
Pentingnya persekutuan dengan Tuhan ini juga ditegaskan dalam Injil Lukas 13:1-9, di mana Yesus memperingatkan orang-orang yang mendengar-Nya untuk bertobat.
Yesus mengacu pada tragedi yang menimpa orang-orang Galilea yang dibunuh oleh Pilatus, serta peristiwa lain yang menimpa beberapa orang yang mengalami kematian tragis.
Banyak orang mungkin berpikir bahwa nasib buruk itu adalah hukuman Tuhan atas dosa mereka. Namun, Yesus mengingatkan mereka bahwa bukan hanya orang-orang yang mati dalam tragedi itu yang perlu bertobat, tetapi setiap orang. “Jika kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian.” kata-Nya (Luk. 13:3).
Pertobatan adalah suatu panggilan untuk kembali kepada Tuhan, untuk membuka hati kita agar kasih-Nya dapat masuk dan menyelamatkan kita.
Pertobatan bukanlah sekadar penyesalan atas kesalahan kita, tetapi suatu langkah nyata untuk kembali hidup dalam persekutuan yang erat dengan Tuhan. Dalam persekutuan yang erat dengan-Nya, kita menemukan keselamatan yang sejati, yang tidak bisa diberikan oleh apapun atau siapapun di luar Tuhan.
Kita sering kali terdorong untuk mencari keselamatan dalam harta, dalam kedudukan, atau sekedar dalam kekuasaan yang mengatur hubungan-hubungan manusiawi. Namun, hasilnya adalah kekecewaan belaka.
Baru-baru ini, kita terhenyak ketika seorang Kapolres di salah satu Kabupaten NTT, dengan kekuasaan yang ada padanya melakukan pelecehan terhadap empat orang anak kecil dan merekamnya untuk disebarkan ke sebuah situs dewasa di Australia.
Sebagai anggota POLRI yang seharusnya melindungi dan memberi rasa aman pada masyarakat, ia malah menghancurkan hidup anak-anak kecil ini. Semua orang ramai-ramai mengutuknya.
Tapi dari peristiwa ini, kita belajar bahwa manusia tetaplah rapuh dan terbatas. Semua niat baik pada manusia dengan mudah berubah. Kekuasaan dengan mudah disalahgunakan. Hanya dalam ketakutan dan hormat pada Tuhan sebuah moralitas kekuasaan dapat ditegakkan.
Peristiwa itu juga mengajar kita bahwa damai sejati hanya dapat ktia temukan dalam persekutuan dengan Allah. Tuhan telah menunjukkan kasih-Nya yang besar kepada kita, seperti yang Ia lakukan kepada Israel, dengan memanggil kita untuk bertobat dan kembali kepada-Nya. Kita selamat bukan karena usaha kita.
Kita tetaplah manusia yang terbatas. Kasih Allah yang menyelamatkan kita.
Sebagai orang-orang yang telah menerima anugerah keselamatan dari Allah, kita dipanggil untuk hidup setia kepada Tuhan, untuk tidak jatuh dalam ketidakpercayaan seperti bangsa Israel di masa lalu.
Setiap hari adalah kesempatan bagi kita untuk memperbaharui hubungan kita dengan Tuhan, untuk terus bertumbuh dalam iman dan pertobatan agar dapat menjadi saksi kasih-Nya kepada dunia.
Dan pada masa Pra-Paskah ini, Gereja menundang kita untuk memperdalam hubungan kita dengan Tuhan, meresapi kasih-Nya yang menyelamatkan, dan hidup dalam persekutuan yang erat dengan-Nya. Kita dipanggil untuk kembali hidup dalam persekutuan dengan Tuhan, karena keselamatan sejati hanya ada pada Dia. Di luar Tuhan kita binasa. ***