Renungan Minggu Pra-Paskah ke 2
Oleh: RD. Leo Mali
KUPANG, DELEGASI.NET –KISAH panggilan Abraham dalam Kejadian 15:5-12, 17-18 menandai awal dari sebuah peradaban baru. Abraham dipanggil oleh Allah untuk membangun sebuah bangsa yang akan menjadi umat pilihan Allah. Dalam panggilan ini, Abraham harus meninggalkan segalanya dan berjalan dalam iman, meskipun ia belum melihat secara nyata penggenapan janji Allah itu. Namun, melalui iman Abraham, bangsa yang sebelumnya tidak mengenal Allah, akhirnya menjadi bangsa yang dipilih dan diperkenalkan kepada satu-satunya Allah yang hidup dan benar. Janji-janji Allah kepada Abraham adalah simbol pemeliharaan dan berkat Allah yang kekal. Iman Abraham yang teguh dalam ketaatan menjadi fondasi bagi iman Kristiani. Kita adalah pewaris iman Abraham itu
Iman yang Berpuncak pada Kristus
Sebagai pewaris iman Abraham, Paulus dalam Filipi 3:17-4:1 menegaskan bahwa kita adalah warga kerajaan surga yang dipanggil untuk hidup dalam pengharapan akan kemuliaan kekal dalam Kristus. Paulus mengajak kita untuk mengikuti teladan hidupnya yang tetap teguh dalam iman akan Kristus, meskipun dihadapkan pada tantangan dan penderitaan dunia ini.
Paulus menyadari bahwa dunia ini penuh dengan godaan dan kemegahan yang bersifat sementara. Banyak orang hidup untuk kepuasan duniawi, yang pada akhirnya membawa mereka pada kehancuran. Namun, sebagai orang percaya, kita diajak untuk mengarahkan pandangan kita pada Kristus yang telah mati dan bangkit untuk membawa kita kepada kehidupan yang kekal. Iman kepada Kristus adalah penggenapan dari janji yang Allah berikan kepada Abraham, di mana semua bangsa akan diberkati melalui keturunannya.
Kemuliaan yang Ditampakkan dalam Transfigurasi Kristus
Peristiwa transfigurasi wajah Tuhan di atas gunung, seperti yang diceritakan dalam Lukas 9:28b-36, memberikan gambaran sekilas tentang kemuliaan yang dijanjikan Allah. Yesus membawa tiga murid-Nya, Petrus, Yohanes, dan Yakobus, naik ke atas gunung untuk berdoa.
Di sana, wajah Yesus berubah menjadi bercahaya,dan pakaian-Nya menjadi putih berkilauan. Musa dan Elia juga menampakkan diri, berbicara dengan Yesus tentang penderitaan yang akan Ia hadapi di Yerusalem.
Para murid yang terpesona dengan pengalaman itu, ingin menetap di atas gunung, menikmati kemuliaan yang mereka saksikan. Namun, Yesus menunjukkan bahwa kemuliaan sejati tidak terletak pada pengalaman sesaat itu, melainkan pada perjalanan salib yang akan membawa keselamatan bagi umat manusia. Melalui penderitaan, kematian, dan kebangkitan-Nya, Yesus membuka jalan menuju kemuliaan kekal bagi semua orang yang percaya kepada-Nya.
Hidup untuk Kemuliaan yang Dijanjikan
Kita semua dipanggil untuk hidup dalam iman, seperti Abraham, yang selalu menantikan penggenapan janji Allah dalam Kristus. Hidup kita di dunia ini adalah sebuah ziarah, di mana kita terus berjuang melawan godaan duniawi dan tetap setia mengarahkan pandangan kepada Kristus Sang penebus kita. Kemuliaan yang kita alami saat ini, baik melalui pengalaman rohani yang mendalam maupun melalui berkat-berkat yang kita terima, kekayaan, jabatan, nama besar dll, hanyalah bayangan dari kemuliaan yang akan datang. Yesus mengundang kita untuk tidak terpaku pada kenyamanan dan kemegahan dunia ini, karena semua akan berlalu. Tetapi kita diundang untuk terus melangkah dengan iman, menantikan hari di mana kita akan diubah dan dimuliakan bersama Kristus.
Seperti Abraham, Paulus, dan para murid Yesus, kita semua hidup dalam iman dan menantikan kemuliaan yang telah dijanjikan Allah bagi kita semua. Iman akan Kristus yang dihidupi seperti ini menjadi kesaksian bagi dunia bahwa kita ada di dunia ini tapi bukan dari dunia ini. Dalam kunjungannya ke Dilli tahun lalu Sri Paus Fransiskus mengingatkan apa yang seringkali diingatkan oleh Sri Paus Santo Yohanes Paulus ke 2. Sesaat meresmikan Dewan Kepausan untuk Kebudayaan, 20 Mei 1982, ia menyatakan: “Iman yang tidak menjadi budaya adalah iman yang tidak sepenuhnya diterima, tidak sepenuhnya dipikirkan, dan tidak sepenuhnya dihayati.”
Masa Pra Paskah adalah masa di mana Gereja mengajak kita untuk tidak hanya larut dengan keinginan-keinginan kita sendiri, tetapi juga rela mengarahkan pandangan kita kepada Kristus dan kembali setia mendengarkan DIA. Sebab itulah kalimat yang kita dengar dalam Injil hari ini: “ Inilah anakKu yang Kupilih, dengarkanlah DIa.” (Luk. 9:35). Amin ***