KUPANG, DELEGASI.NET– Eksploitasi dan cara-cara tidak beradab yang dilakukan John Bala dkk atas lahan PT Krisrama di Nagahale, Sikka, akhirnya dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda NTT, pada Jumat (21/3/2025).
Kuasa hukum PT. Krisrama melaporkan John Bala dalam tiga dugaan tindak pidana, yakni penyerobotan lahan, perusakan fasilitas perusahaan, serta penyebaran berita bohong yang menimbulkan perpecahan di masyarakat.
Kuasa hukum PT. Krisrama resmi melaporkan John Bala dan rekan-rekannya ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) atas dugaan tindak pidana penyerobotan lahan, perusakan fasilitas perusahaan, serta penyebaran berita bohong yang menimbulkan perpecahan di masyarakat.
Laporan ini juga mencakup pelanggaran terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 28 jo Pasal 45A UU No. 1 Tahun 2024, yang merupakan revisi dari UU No. 11 Tahun 2008.
Kepada wartawan usai melaporkan John Bala dkk, Ketua Tim Kuasa hukum PT Krisrama, Petrus Selestinus, SH, menjelaskan, perjuangan John Bala dkk atas nama PPMAN, dalam membela mereka yang menamakan diri Masyarakat Adat beserta hak-hak tradisionalnya (hak ulayat), atas lahan PT. Krisrama telah dilakukan dengan cara tidak beradab, yaitu mengeksploitasi sekelompok orang sebagai kliennya dibungkus dengan sebutan suku lalu memasuki lahan PT Krisrama dan mendirikan gubuk liar di atas lahan HGU PT. Krisrama. Juga, melakukan pengrusakan terhadap fasilitas PT Krisrama, sehingga dipastikan Advokasi yang dilakukan itu pada gilirannya akan menjerumuskan warga yang menamakan diri Masyarakat Adat yang saat ini masih melakukan aktivitas ilegal di atas tanah SHGU PT. Krisrama menghadapi proses pidana.
Kuasa Hukum PT Krisrama menilai, jelas Selestinus, perjuangan John Bala dkk yang mengatasnamakan PPMAN dalam membela kelompok yang disebut sebagai Masyarakat Adat telah dilakukan dengan cara-cara yang tidak beradab.
Menurut dia, John Bala dkk diduga telah mengeksploitasi masyarakat dengan membangun gubuk liar di atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT. Krisrama serta merusak fasilitas perusahaan. Akibatnya, tindakan tersebut berpotensi menjerumuskan warga yang masih beraktivitas ilegal di lahan tersebut ke dalam proses hukum pidana.
Ketua TPDI ini jug menegaskan, metode yang digunakan John Bala dkk tidak mencerminkan perjuangan masyarakat adat yang sesungguhnya. Sebab dalam praktiknya, klaim hak atas tanah seharusnya dilakukan melalui jalur hukum dan mekanisme adat yang mengedepankan musyawarah serta penyelesaian sengketa secara berjenjang.
Sebaliknya, pola advokasi yang digunakan justru bersifat anarkis, termasuk menggerakkan masyarakat untuk melakukan tindakan ilegal yang bisa berujung pada konsekuensi hukum.
Selain dugaan penyerobotan lahan dan perusakan fasilitas, John Bala dkk juga diduga melakukan penyebaran berita bohong melalui media elektronik. Informasi yang disebarluaskan dinilai mengandung unsur provokasi yang berpotensi memecah belah masyarakat berdasarkan ras dan etnis.
Tim Kuasa hukum PT. Krisrama juga menyesalkan sikap tidak profesional tersebut, yang tidak hanya menyerang kehormatan perusahaan tetapi juga merugikan pihak lain secara hukum dan sosial.
Petrus Selestinus cs menjelaskan, salah satu insiden yang menjadi perhatian terjadi pada 18 Maret 2025, ketika PT. Krisrama sedang melakukan pemagaran di lahan mereka. Sejumlah warga yang diduga digerakkan oleh John Bala dkk datang dengan membawa senjata tradisional seperti busur, anak panah, tombak, dan parang.
Mereka kemudian mengancam pekerja yang sedang melakukan pemagaran agar menghentikan aktivitas tersebut. Atas insiden ini, PT. Krisrama memandang perlu untuk segera mengambil langkah hukum guna melindungi hak-hak mereka.
Karena itu, “Hari ini, Jumat 21 Maret 2025, kami tim kuasa hukum PT. Krisrama secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana ini kepada Polda NTT,” kata Petrus Selestinus.
Dia merincikan, laporan tersebut mencakup dugaan pelanggaran yang meliputi; Penyerobotan lahan dengan memasuki dan menduduki lahan tanpa izin sah; Perusakan fasilitas perusahaan dengan melakukan tindakan yang merugikan PT. Krisrama secara fisik dan material.
Selain itu, Penyebaran berita bohong, dengan mendistribusikan informasi elektronik yang menyesatkan dan memprovokasi perpecahan di masyarakat. Juga, Penghasutan masyarakat, dengan menggerakkan kelompok tertentu untuk melakukan tindakan anarkis yang berpotensi melanggar hukum.
Tim kuasa hukum PT. Krisrama menegaskan akan mengawal setiap tahapan penyelidikan hingga penyidikan untuk memastikan siapa saja yang bertanggung jawab dan layak ditetapkan sebagai tersangka.
Tim Kuasa Hukum PT. Krisrama itu juga membeberkan, bahwa berdasarkan dokumen resmi, lahan HGU yang dikelola PT. Krisrama sebelumnya merupakan bagian dari PT. Perkebunan Kelapa DIAG. Pada 14 Desember 2005, terjadi penyerahan aset dari Keuskupan Agung Ende ke Keuskupan Maumere, termasuk lahan seluas 845,5 hektare. Sejak saat itu, lahan tersebut dikelola secara kontinu tanpa pernah dibiarkan kosong atau tidak bertuan.
Krisrama kemudian mendapatkan perpanjangan HGU berdasarkan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi NTT Nomor: 1/HGU/BPN.53/VII/2023, tertanggal 20 Juli 2023. Dalam keputusan itu, disebutkan bahwa lahan tersebut memenuhi seluruh aspek teknis, yuridis, dan administratif yang ditetapkan oleh negara.
Dengan adanya berbagai bukti dan fakta yang telah dikumpulkan, PT. Krisrama menegaskan bahwa kelompok yang mengatasnamakan Masyarakat Adat Suku Soge Natar Mage dan Suku Goban Runut telah melakukan aktivitas ilegal di lahan yang sah dimiliki perusahaan.
“John Bala dkk. diduga berperan dalam mengorganisir dan mengarahkan tindakan ini, termasuk menyebarkan informasi yang menyesatkan demi mempertahankan penguasaan lahan secara ilegal. Dengan demikian, mereka harus bertanggung jawab atas konsekuensi hukum yang berlaku,” tandas Selestinus.
Dia menambahkan, laporan ke Polda NTT ini menjadi langkah tegas PT. Krisrama dalam mempertahankan hak hukumnya sekaligus memastikan bahwa hukum ditegakkan secara adil. Aparat penegak hukum diharapkan dapat segera menindaklanjuti laporan ini demi menjaga ketertiban dan keadilan di tengah masyarakat. (jdz)